SEMUA orang di kampung ini pasti masih ingat bahwa ayahku pemarah. Ayahku galak. Ayahku sering berlebihan memukuli anak-anaknya. Orang-orang kampung sering memperingatkan ayahku, tetapi tidak pernah diperdulikan. Bahkan sekali waktu ia pernah menantang Kepala Kampung yang datang mencoba menenangkannya.
“Aku punya hak mengatur rumah tanggaku ! Mengatur anak-anakku. Kalian mau apa, Hah,!?” begitu ayah menantang semua orang. Tubuhnya kekar dan otot lengannya menggerimpal setiapkali ia mengepalkan tinjunya. Ayahku kuat dan disegani banyak orang,,,,
Kalau sudah begini Pak Kepala Kampung hanya bisa mengangkat bahu. Ayah memang keras kepala. Selalu tidak mau menerima pendapat orang lain. Dianggapnya mereka usil mencampuri urusan rumah tangganya.
Di balik kamar ayah, masih tergantung sebilah rotan panjang semeter. Sudah tua dan coklat menghitam warnanya. Benda mati itu adalah monster amat menakutkan di tangan ayah, terutama bila tengah malam pulang dari lapo tuak ‘Simpang Tolu’ dengan buar bau tuak yang keras.
Ayah suka mabuk. Bila mabuk ia tidak pernah perduli apa-apa. Kadangkala ia mengamuk tak jelas sebabnya, persis orang kesetanan. Tak perduli tengah malam. Biasanya Tombus – abangku yang menjadi sasaran. Rotan itu akan meliuk-liuk di udara sebelum menghantami tubuh Tombus. Ibu hanya bisa menangis di sudut kamar. Tidak bisa mencegahnya.
Tetapi dalam keadaan tidak mabuk pun ayah tetap saja sadis. Sedikit saja tak berkenan di hatinya, ia bisa mengamuk sepanjang hari. Bahkan sesekali ibu juga ikut mendapat pukulannya.
Kepadaku, sikap ayah memang sedikit berbeda. Meskipun itu tidak berarti bahwa aku tidak pernah dapat marah. Sesekali aku dipukul juga. Tapi tidak setiap hari seperti abangku Tombus. Pukulan yang kuterima pun tidak separah yang diterima Tombus. Barangkali karena aku anak perempuan, apalagi sejak kecil aku sering sakit-sakitan. dasar anak kecil, sikap ayah yang sedikit berbeda itu membuat aku amat manja. Bertelingkah cengeng tak alang kepalang. Sedikit saja merasa tak enak, aku langsung merajuk dan menangis. Jika ayah mendengar aku menangis. Ia akan marah besar pada Tombus.
Ahk, inilah sumber malapetaka itu. Entah karena terlalu sayang dan gemas, abangku Tombus ini sering menggodaku. Ia suka mengacak kepang rambutku, atau mengejek kulitku yang hitam – yang kata dia seperti orang Keling. Kalau sudah begini aku sengaja menangis keras-keras dan ayah akan memukul Tombus.
Kasihan abangku. Melihat ia dipukuli begitu, aku sering berbalik menjadi ketakutan. Rasanya amat menyesal lalu menangis sesenggukan di pelukan ibu. Sehabis dipukuli, Tombus akan masuk ke kamarnya yang pengap dan menahan tangisnya seorang diri disana.
Dari celah" dinding aku mengintip diam-diam dan menatapnya sendu menyesal. Tetapi sungguh aku tidak tahu bagaimana harus menunjukkan penyesalanku. Kadang esok paginya sepotong kue atau uang jajanku kubagi untuknya. Aku memang selalu mendapat uang jajan dari ayah setiap akan berangkat ke sekolah. Tidak seperti abangku Tombus.!
*
Pagi itu, pada bulan Desember sepuluh tahun yang lalu. Ah, hari itu tak pernah lepas dari ingatanku. Ibu ke sawah, sedang ayah seperti biasanya duduk berguncang kaki, mengobrol atau main catur di lapo tuak ‘Simpang Tolu’. Sehari-hari memang ibu yang ke sawah. Ayah hanya ke sawah ketika mangombak balik – mencangkul untuk membalik tanah, sebelum diratakan untuk menanam padi), dan manabi eme – memanen padi.
Jam sembilan pagi sekolah sudah bubar. Ada encik guru yang menikah. Tombus. sudah kelas empat, aku kelas dua. Abangku ini mengajakku pulang lewat jalan pintas saja. Lewat tebing dan pematang sawah. Tadi pagi sebelum berangkat aku memang sudah mendengar ibu menyuruh Tombus agar pulang lebih cepat. Kami mau diajak ke pesta orang kawin, ya, encik guru itu.
Lewat jalan setapak di celah pekuburan, sepasang kupu-kupu putih mungil terbang melintas di atas kepalaku. Aku tercingangah sejenak. Cantik sekali berloncatan di atas warna-warni bunga pekuburan.
“Mbus, Aku mau itu!” kataku menunjuk kupu-kupu itu.
“Bah, sudah terbang, Minar,” sahut Tombus lirih. “Sudah, besok aku cari yang lebih bagus.”
“Tapi, aku maunya itu,!” aku merengek.
“Kita harus cepat tiba di rumah. Nanti ditinggal kita.”
“Nggak! Tangkap dulu kupu-kupu itu,” aku merengek lagi. Seperti biasa, kuperas air mataku.
“Minar, besok kucarikan kupu-kupu yang lebih bagus.”
“Nggak,! Nggaaaak,! Aku mau itu!”
“Dengar, Minar,” tambah Tombus sabar seraya merangkul bahuku, namun cepat kutepiskan. “Kita mesti pulang cepat-cepat. Kalau kita cepat pulang, kita bisa ikut ke pesta. Di sana kita bisa makan enak.”
“Nggak mauuuuu,!” jeritku melengking sambil duduk di atas rumput yang sesiang itu masih basah oleh embun pagi.
Nah, ini senjataku. Kalau sudah begini Tombus tak punya pilihan lain. Ia pasti menurut. Ia memang selalu menuruti apa saja kemauanku. Maka digendongnya tubuhku dengan lengannya yang kurus. Didudukkannya berteduh di tembok kuburan, di bawah pohon mangga yang banyak tumbuh di sekitar situ.
“Tunggu di sini, ya? Jangan ke mana-mana,” pesannya sambil meletakkan bukunya di sebelahku. Lalu ia gegas berlari. Dikejarnya kupu-kupu yang terbang sudah jauh, bagai dua titik putih saja melompat-lompat di atas bunga yang banyak tumbuh di atas tanah pekuburan itu.
Sebentar saja Tombus sudah jauh. Tak kudengar lagi suara kakinya berlari. Bahkan tubuhnya yang kurus dengan kemeja berkibaran sudah tak terlihat lagi dari sini. Sudah menyelinap di antara tembok kuburan yang tinggi-tinggi.
Aku masih duduk. Diam saja. Padahal aku juga kepingin ikut ke pesta, kemiskinan membuat kami jarang makan daging. Sejak di kelas tadi aku sudah membayangkan duduk ramai-ramai di tikar besar lalu setangkup ‘daging sangsang’ akan datang ke piringku. Biasanya ibu langsung menyisihkannya separuh, dibawa pulang untuk makan malam nanti.
Tetapi aku pembosan, tidak betah lama-lama duduk menunggu. Tanganku mulai mengorek-ngorek lobang semut. Ah, aku punya permainan sendiri. Kucabut sebatang ilalang rumput jarum. Panjang sejengkal. Bagian ujungnya yang lembut kumasukkan ke dalam lubang semut. Kukilik-kilik. Lalu kulepas. Kutunggu sampai ujung ilalang yang bagian atas bergerak-gerak. Itu berarti ada semut menggigitnya di dalam sana. Lalu kusentakkan keluar. Nah! Seekor semut hitam — semut bakau besar ikut tersentak keluar dari lobangnya. Kutangkap seekor lainnya, kuadu setelah sungutnya kuputuskan.
Beberapa lama berkelahi, kedua ekor semut itu sudah terkapar keletihan. Aku menguap, rasa kantuk menyerang mataku. Tetapi bang Tombus. belum muncul juga. Bah, ke mana dia,? Kepalaku celingukan mencari-cari, telinga kutelengkan. Sepi. Tak satu orang pun tampak di sekitar pekuburan ini. Hanya suara burung dan serangga yang berceriap-ceriap di pohon, ditingkah derik batang rerumpun bambu saling bergesek. Untungnya aku sudah terbiasa, sehingga tidak ada rasa takut.
Cericit suara burung kecil bercumbu menarik perhatianku. Aku menatap ke atas pohon. Aku berdiri. Sepasang burung tiba-tiba terbang entah dari mana. Tetapi perhatianku beralih pada serangkum buah mangga mengkal di ujung dahan sana.
Amboi, asyik juga ! Hal memanjat, bukanlah aneh bagi seluruh anak-anak kampungku. Tidak perduli anak laki atau perempuan seperti aku ini. Aku segera naik. Hup! Hup! Sekejap saja aku sudah berada di atas. Bebas semauku memilih mangga yang kusuka. Agak kecut, sebab masih mengkal. Tetapi bagiku cukuplah, sambil berayun-ayun di ujung dahan. Sambil menunggu Tombus..
Tapi tak kulihat Tombus. Padahal dari sini aku bisa melihat lebih jauh. Sejauh mataku melihat, hanya tampak kuburan putih berderet. Bangunannya bagus-bagus bagaikan gereja. Ada yang bahkan lebih besar dari rumah kami. Di seberang sana – di bawah perbukitan kuburan, tampak sawah bersusun. Lalu rerumpun bulu-duri – bambu yang membentengi kampung kami, pucuknya mengangguk-angguk dicumbu angin, Durinya panjang berbisa dan mampu menembus alas sepatu.
“Ke mana Tombus mencari kupu-kupu itu ?” pikirku.
Aku naik lagi agak ke atas. Kakiku kecil dan lincah. Naik hingga ke ujung dahan. Haa,! Rupanya dari ketinggian sini aku bisa melihat rumah kami. Nah, itu, beratap seng yang sudah karatan dan bertambal-tambal. Tetapi, Tombus belum tampak juga. Aku naik lebih tinggi dan lebih tinggi lagi.
Tiba-tiba …Aduh,........ ! Aku hanya sempat mendengar bunyi dahan berderak patah. Krraakk,! Lalu tubuhku melayang di udara,!
**
AKU sadar – sudah terkapar di atas dipan kecil di rumah Ompu Tulus, Dukun Patah Tulang terkenal di daerah sini. Aku tidak bisa bergerak. Ternyata kaki kiriku patah di di atas lutut. Sekarang ditanduh dengan kayu penopang dan diperban tebal sekali. Ditambah dengan beberapa luka lain di sekujur tubuhku, sempurnalah ngilunya. Aku tak berani menangis, sebab mengeluarkan tenaga sedikit saja membuat rasa sakit itu makin menyentak.
Samar" aku lihat ada ibu, menangis. Sebentar-sebentar menghapus air matanya dengan gobar – kain ulos lusuh yang mengampai di bahunya. Tampak juga beberapa orang tetangga mengelilingi aku. Tetapi tak kulihat ayahku. Tak kulihat juga si Tombus. Bah, ke mana abangku? Ayah pasti sudah menghajarnya habis-habisan ! Ohh Tuhan !! Tiba-tiba aku merasa takut, belum pernah rasanya aku setakut ini.
“Mak, Tombus di mana?” desahku bertanya.
“Sudahlah, jangan pikirkan lagi dia,” sahut ibu datar.
“Di mana Tombus, Mak?” aku ulangi.
Ibu tak terdiam. Diusapnya wajahku. Tatapannya amat sendu. Ah, tatap mata ini selalu membayangi pikiranku hingga perlahan-lahan kemudian dari bibir mamaku aku dengar tangisnya.
“Kemana, Mak ?“ aku mendesak.
“Entahlah, ” sahut mama akhirnya. “Emak tak tahu ke mana dia.”
Sore harinya dari anak dukun patah tulang itu kuketahui bahwa siang itu Tombus terseok-seok mendukungku di atas pundaknya. Ia membawaku langsung ke rumah dukun patah ini. Minta dirawat. Setelah itu diam-diam ia pulang sebentar ke rumah. Ia mengambil beberapa potong pakaiannya, lalu menemui ibu di tempat pesta kawin – di kampung tetangga. Ia hanya bilang bahwa aku ada di rumah Ompu Tulus.!
Sebelum ibu bertanya apa-apa, ia sudah berlari sekencangnya. Entah ke mana dia pergi, ibu tidak tahu. Tidak sempat mencegahnya.
Menjelang tengah malam, ruang pengab tempatku terkapar itu, senyap. Tadi ayah datang. Aku seakan bisa melihat api berjilam-jilam di atas kepalanya. Ia sudah mencari Tombus ke seluruh pelosok kampung tapi tetap sia-sia aja.!
Mamaku dimarahinya habis-habis seperti perempuan tak berguna. Sudah itu pergi dengan matanya yang semerah bara.
Makin malam, makin sakit seluruh tubuhku. Dalam temaram lampu redup di dinding kulihat ibu terkantuk-kantuk di atas tikar. Pasti lelah sekali dia. Menunggui aku. Sudah seharian ia menangisi aku, menangisi abangku. Ah, pikiranku masih terhidap dalam pusaran baying-bayang tubuh abangku yang berlompatan di atas kuburan Cina. Mengejar kupu-kupu yang kuminta.
“Mak, abang di mana?” desahku menangis lemah, tak sungguh-sungguh ingin membangunkan ibu. Tiba-tiba aku mendengar sesuatu.
“Dek ..! dek ..! dek.. !”
Aku terkejut. Ada ketukan perlahan di dinding bambu kropos yang rapat ke balai-balai tempatku terbaring. Aku terkejut, takut sungguh. Tetapi aku dengar suara seseorang di luar sana.
“Nar ..! Minar… !” bisiknya, disusul dengan ketukan lagi. Dek,, ! dek,,, ! dek !
Aku bergeser dengan susah payah. Aku rapatkan telingaku ke dinding itu. Oh, aku dengan suaranya. Abangku Tombus.
“Mbus …!” sahutku, perlahan.
“Minar ….!” kudengar suaranya tersedak. “Masih sakit?”
“He eh, masih. Sakit sekali. Kau dari mana?”
“Tadi aku tidak berhasil menangkap kupu-kupu itu. Tahu-tahu aku melihat sarang burung. Ada anaknya. maksudku – untuk kau, pengganti kupu-kupu itu. Ini aku bawa. kau mau, ya ?”
Dinding bambu di samping balai-balai ini sudah keropos. Kudengar Tombus menguakkannya dari luar. Dibuatnya lubang di dinding itu. Ia mengintip. Samar-samar kulihat bola matanya berkilau, berkaca-kaca. Sebelah tangannya yang kurus dan dingin kemudian menjulur masuk. Mengelus pipiku. Mengusap air mataku. Lalu tangan itu kemudian menyodorkan seekor anak burung sipigo.
“Ini, Minar. Kau pelihara, ya?”
Aku mengambilnya dari tangan abangku Tombus. Cit! Ci,t! Ia berbunyi keras dan cepat-cepat kudekapkan ke dadaku. Kudengar ibu terbangun dari kantuknya.
Rupa-rupanya Tombus dapat juga melihat ibu terbangun. Sebab tiba-tiba kudengar suara langkahnya berlari menjauh. Jauh; menembus kesenyapan gelap malam.
Hari-hari berlalu dengan pengab dan sepi, Tombus tak muncul juga. anak Ompung Dukun meminjamkan sangkar burung untuk burung sipigo-ku. Diletakkannya di atas meja – disamping balai-balai. anak dukun patah tulang itu baik. Setiap sebentar burung itu diberinya makan minum.
Namun cericit anak burung itu aku dengar bagai tangis Tombus yang kini sendirian entah di mana. Kadang aku melamun, berkhayal – andai aku bisa mengajari burung itu untuk kusuruh mencari bang Tombus. Seperti yang pernah aku baca di buku cerita. Tetapi tak sampai tiga hari burung itu sudah tergeletak kaku di lantai sangkarnya, Lemas lalu Mati,...!
“Ito Tombus, kau pulanglah to …!” aku menangis. Ini kali pertama aku menyebutnya "ITO" – Seperti seharusnya aku menyebutnya. Itoku Tombus.!
***
DUA PULUH tahun kemudian, aku baru dengan khabar bahwa itoku Tombus tinggal bersama teman”nya berada disebuah kota kecil di Pulau Jawa, Menurut cerita yang aku dengar, malam itu itoku Tombus berlari ditengah gelapnya malam, berlari sambil menangis dengan membawa luka dan trauma yang sangat mendalam.! Dalam hatinya hanya berat untuk meninggalkan aku yang dalam keadaan sakit dan tergeletak tiada berdaya.! itoku Tombus benar” sayang dan mengasihi aku dan ibuku.!
Malam itu itoku Tombus berlari semalaman tanpa suatu tujuan yang jelas, ternyata Tombus sudah berada dikota Kecamatan pada pagi harinya, Tombus tidak membawa apa” hanya pakain yang melekat pada badanya saja, uang yang ada dikantongnya pun hanya uang pemberianku seribu rupiah sisa dari uang jajanku tadi siang…..
Kebetulan pagi itu,ada terparkir sebuah mobil truck yang penuh dengan muatan kemenyaan yang mau berangkat ke entah kmana, dengan lincahnya Tombus naik dan menyelinap diantara barang muatan yang sudah tersusun dengan rapi…. Tiada yang tau bahwa ada penumpang gelap yang naik ke atas truck itu. Pagi itu juga supir dan seorang kerneknya berangkat menuju Pulau Jawa.!
Perjalanan truck itu 3 hari 3 malam lamanya, selama itu juga tombus menahan lapar dan dahaga dalam truck yang gelap dan pengap itu, hanya air mata dan tangisan Tombus yang selalu menemaninya dalam perjalanan panjang itu,,, badannya yang kurus, kini semakin kurus kering dan dingin, siapapun yang melihatnya akan iba dan kasihan melihat keadaan yang seperti dialami Tombus saat ini.! ….
****
Di Kota BANDUNG,...
Setelah sampai di Kota Bandung pada pagi harinya, Truck dimasukkan ke sebuah gudang untuk menurunkan muatanya,,,, sampailah pada muatan terakhir kernek itu terkejut melihat sesok tubuh anak yang tergelak pingsan disudut pojok truck itu….. dia berteriak memanggil teman”nya untuk menurunkan Tombus dan diletakkan disebuah dipan…. Semua orang yang melihatnya merasa iba dan berusaha untuk memberikan bantuan agar Tombus segara sadar kembali. Ada yang memberikan teh manis dan ada juga yang memberikan minyak angin untuk merangsang penciuman Tombus.
Akhirnya Tombus tersadar dan mulailah dia melalui hari-harinya yang sulit di Bandung, kota yang penuh perjuangan,,,,
Hari berganti hari, Bulan,,, dan tahun berganti tahun,,, banyak kisah yang datang silih berganti,,,,,
Tung parirdo pargoluan nisi Tombus i, gabe sai dirimangi ibanama, boasa dang marna jumpang ulaonku asa adong dalan ni ngolu-ngolu inna rohana dibagasan, Laos Martangiang ma ibana sian nasa rohana, asa anggiat dilehonTuhan i hamubaon ni roha dohot pasu-pasu marhite-hite ulaon nadenggan.!
Tep ma Jumpa ari Minggu lao ma ibana Marmiggu tu Gareja ni halak batak ( HKBP) sung sahat ibana diharbangan dipanotnoti ibanama Bagas Joro (Garejai) huhut marhusip ibana jala innama : Nungga ro be au Tuhan... bukkama pintu ni harajaon-Mi asa masuk au mandapothon hamuliaon-Mi...
Sogot dope ibana sahat dijolo ni Garejai, gabe hundulma ibana disamping ni Garejai, huhut sai diparrohahon ibana humaliang, tung soadongdo nanggo apala sahalak naditanda ibana.!
Dinahundul i ibana tompuma ro sada anak boru si santik manis..... hundul dilambung nisi Tombus, alai sai hohom do ibana dang adong habarionna lao mamakkuilingi anak borui...... dung marsadia leleng gabe dipakkulingi Ladies ima si Tombus jala innama :
Ladies : Selamat Ari Minggu ito....
Tombus : Selamat Ari Minggu ma tutu ito,,,, huhut dijalang
Ladies : Marga ahado hamuna ito.?
Tombus : Molo pandok ni dainang,.. Marga Raja Sonang doau ito,,,,
Ladies : Tinggal didia to.?
Tombus : Mampar-arpar doau ito..
Ladies : Karejo dikantor dia hamuna to.?
Tombus : Dang Karejo dope au to...
Ladies : Lulusan mana.. nga mulai marbahasa..
Tombus : SMA
Ladies : Apa keahliannya.?
Tombus : Dang adong ito,,,
Songon nagodang sukkun-sukkun ni itoanon naroha nisi Tombus dibagasan... holan marbellak dohot marcarita do nahuboto inna, alai dang pola habegean.....
Ladies : Wah nekat bangat kamu merantau, tidak punya ke ahlian, tidak punya pekerjaan, tidak lulus kuliah? mau makan apa kamu ?
Mittor hatop dipadao si Tombus sian lambung ni itoani laos marbete-bete didokma di bagasan rohana (sonaho mangalean au mangan pola songoni didok ko tuau) Masukma ibana tu bagas Gareja, Haccit dohot lungun ni rohanai di alu-aluhon ibana ma tu adopan ni Tuhan i .!
Disadatikki nauli dipatuduhon Tuhan ima sada ulaon nauli disada BUMN, tung dihaburjuhon si Tombus do nakarejoi gabe lam tambama jabatan dohot kedudukanna di kantornai, Mandok Mauliate ma ibanama tu Tuhan pardenggan basai, gabe masukma ibana Naposobulung di Gereja.!
Sai di hamauliatehon si Tombus do sudena basa-basa ni Tuhan nadijalonai,! Dung ditanda akka ruasi ma si Tombus naburju jala denggan karejona,,,, tor godangma akka donganna, Ladies ipe tor sai naeng mardongan dohot Tombus, akka natua-tua ni ruas ipe marlomo niroha. Godangdo namangundang ibana asa ro tujabu laho patandahon akka borunabe, Alai sai serepdo rohani si Tombus i maradoppon akka natua-tuai.!
Disada tikki, pajumpang ma si Tombus dohot Ladies naparjolo ditanda ibana di Garejai, dijalang si Tombus ma itoani jala innama : Mauliatema ito disudena hata muna tikki pajumpang hita rap marminggu garejaon naparjolo si naujui,,,,
Ai dijokkali ito doau tikki i..... alai hubahen mai gabe semangat na imbaru mangalului parkarejoanku. mungkin ra molo dang didok ito songoni, hurasa dang boi au songonon.!
Tor taringotma ladiesi, jala jimbolangon ai nungga morlomoniroha ibana tu si Tombus,dung di bereng ibana jogi dohot ulaon nisi Tombus i..... Sai manolsoli ma itoani dibagas rohana.....ai dang tardokna be manang nasongon dia.!
Sai nadibahen do.....
Singkat cerita sudah banyak pengalaman yang membentuk kepribadian Tombus yang menjadikanya seorang pemuda yang sukses namum dia tetap seorang yang rendah hati sama seperti dua puluh tahun yang lalu ketika dia selalu bersama dengan Minar, adek kecilnya yang lucu dan manja,…
SEBULAN yang lalu…. Sepucuk surat terletak diatas meja kerjanya, dalam Amplop surat itu jelas tertulis Nama dan marganya, Kepada Itoku TOMBUS si Raja Sonang….. dimanapun berada…. Dan dibalik amplop itu juga tertulis sipengirim : Minar si Adek Centil dan Manja…… Tombus terkejut dan hampir tidak percaya akan seseorang pengirim yang tercantum dengan jelas, dengan perlahan dia membuka lalu membaca dengan seksama akan isi surat itu, :
Ito TOMBUS, didia doho ito, nungga tung malungun au naing pajumpang dohot ho ito, aut sura boi habang songon lali au ito, tokkinon habang ma au mangalului ho ito, asa boi hu usehon sude lungun na adong dao dipusu-pusukon…. Lima taon dung borhat ho ito, nungga marujungbe da inang pangintubui, holan hodo dilului da ito, andorang di ngolunai…. Marniang jala marsiak bagi da inangi holan paingot-ingotho da ito,,,, Sai diboan dainang ido goarmu ditangiangna asa anggiat horas ho ito tung manang nadidia peho ditano parjalangan i…. ( tangis do si Minar tikki manurat surat tongosan nai)
Damang parsinuan ipe dibagasan parsahiton do ito, tung manolsolido damangi disude pambahenan nai nasai laon maradophon ho itoku, holan goarmudo di dilului da amang i arian dohot borngin…. Dang tarpabege-bege au sude andung ni damangi…. ( Laos diendehon si Minar do ende : Mulak majo ho anakkonku)
Mulak majo ho ito, tung holan sakidop mata petaho….. asa sombu siholhu dohot sihol ni da amang i… mulak majo ho ito, paima mangolu dope da amang i….. dang sae dope sude dijaha si Tombus surat ni ibotonai, nungga sai tumatangis jala maraburan ilu sian simalolongna, laos ditutupi bohina dohot surat sian ibotonai.!
*****
Ito TOMBUS,,,, Mulak majo ho ito,,, unang sai ingotbe sude akka naung salpui, Mulak maho ito bereng majo au iboto nasai tariluon, dohot damang parsinuan naung bukkuk dang somatua on,,,,,, salpuhonma ito sude lungun ni rohami… sahalinai mulak maho itoku,…. (Holan natarilu do si Tombus majaha surat sian ibotonai)
Sai dirimang-rimangi si Tombus surat ni ibotonai, sipata dang sadar ibana olo manetek ilu sian simalolongna sian nasopanangamanna. Disada tikki dijou pimpinanna ma si Tombus tu ruanganna:
Pimpinan : Horas lae Tombus,,,,
Tombus : Horasma tutu Pak Pimpinan…
Pimpinan : Songon do lae.., Sai huparrohahon nasaminggu on songon na adong nasolot dipardompakan muna lae… molo tung adong paboama jolo, atik boha boi hami mambantu lae….
Tombus : Dang adong Pak…
Pimpinan : Unang pola ragu hamuna lae… paboa hamunama
Tombus : Dohot soara pelan,,, diceritahon ibana ma kisahnya dengan adek kecilnya…
Pimpinan : Tangis tariludo pimpinani umbege kisah nisi Tombusdohot ibotona si Minar i
Tombus : Dang tarhatahon bei sudena Pak Pimpinan…
Pimpinan : Sabtu depan mulak majo hamuna lae… Dapothon hamuna majo damang dohot iboto muna si Minar nauli basai,
Tiket dohot akka na asingnai sudah disiapkan Sekretaris….
******
Seminggu kemudian, Tombus sudah berada di Bandara Kualanamu Medan. Sejuta pikiran dan perasaan berkecamuk dalam angan Tombus,,, Mobil dari Kantor Cabang BUMN tempat Tombus bekerja sudah siap untuk mengantarkanya ke kampung halaman tercinta, huta Pangaribuan tercinta.! Mobil berplat nomor merah itu berhenti persis didepan warung reot itonya Minar…. Adek yang sangat dikasihinya,,,,
Minar terkejut melihat ada sebuah mobil yang berhenti didepan rumah panggung reotnya. Hatinya lebih dak,, dik,,, duk lagi ketika Minar melihat seseorang Pemuda Tampan dan bertubuh kekar keluar dari dalam mobil itu, Minar menatap dengan seksama akan pemuda itu, isedo naing sidoli parmobil Honda HRV najogi on,?
Setelah Tombus keluar dari mobil, Tombus merentangkan tangannya lebar-lebar untuk menyambut pelukan dari adek yang sangat dirindukanya itu,,,,, Audon ito Minar ,..bah hodoi ito Tombus… seketika itu Minar berlari kepelukan Tombus, tangisanya meledak pilu untuk menumpakan segala kerinduan yang tersimpan selama ini,,,, keduanya melepas rindu dengan urain air mata kasih antara adik dan kakak.!
Ayah Tombus yang samar-samar mendengar dari dalam rumah terbangun dari tidurnya, dia berusaha bangun dan berjalan dengan badan kurusnya, rambutnya pun sudah dipenuhi dengan uban,,,, berbeda dengan keadaan 20 tahun yang lalu,
Dengan perlahan dan dengan urain air mata karena kerinduan yang sangat mendalam dia meratap dengan pilunya, mbus, Tombus, hodoi amang,,,,, hodoi anak hasianku,,,, hodo tampuk ni pusu-pusuku uratni ate”ku… nungga matua au amang sudah dohot gogoki,,, salpuhon ma sude akka nahumurang nahubahen nasalelengon, molo tungpe malala dangingmi alai unangma malala dohot tondim disude pambahenanku nahumurangi, tor marlojongma si Tombus laho manghaol amongnai huhut sai tumatangis, rap masihaolanma si Tombus, si Minar dohot amongnai, Tung lungun jala dangoldo parjumpaan ni namaranak mar amongi…..
Sejuta kisah yang dialami selama Tombus berada dikampung halamanya, Makam ibunya hampir setiap hari dikunjunginya untuk melepas rindu akan mama yang membesarkanya beberapa tahun yang lalu, Maafkan Tombus mah,,,, Maaf akan kesalahan dan dosa Tombus sewaktu masih kecil dulu mah…. Maafkan Tombus mah belum sempat membuat mamah bahagia….
Seminggu sudah Tombus berada dikampung halaman, tibalah waktunya untuk kembali ke rantau di kota yang jauh disebrang sana, pagi sebelum berangkat pulang, Tombus masih menyempatkan diri berjiarah ke makam ibunya, Tombus pamit dan menangis pilu diatas makam pusara ibunya, Mah,, selamat tinggal mah, damailah disisi-Nya, Tombus berangkat mah, Selamat tinggal mah, selamat tinggal mamaku sayang…. (Dihaol si Tombus do hinambor ni omaknai dohot ilu nasai maraburan)
*******
Ito,,,, Tombus, molo tung namulak namaho hape ito tu tano parjalanganmi, jalang ma au ito, jalangma tangankon,… sai horas maho ito dipardalanan suang songoni dung sahat ditano parjalanganmi, Selamat jalan madiho ito, selamat tinggal ma dihami dohot amongtaon,!
Asosobopon do jala tarilu-iludo si Minar laho paborhatton si Tombus ibotonai.! Dijalang jala dihaol si Minar do ibotonai tung mansai momos holan ilu dohot tangiangdo naboi dibahen si Minar laho paborhatton si Tombus ibotonai,.!
Boan ma au ito, boanma hami dohot da amongon, unang tinggalhon au ito, tangis tarlungun lungun, tung sura mangolu dope da inangi ndang taononta sisongonon, nahacit natataon da ito, tibudo hita ditinggalhon da inangiiii.! ( dang tarpaganjang au be andung ni si Minar i)
Amang Tombus, anak hasianku,…. Molo tung naikkon on nama hita pajumpang parpudi amang, nungga tung sonangbe rohakku, nungga huida bohimi anak hasianku,… unang sai ingotbe amang diakka haruranganki diakka ari-ari naung salpui….
Ingotma au amang, ingotma au tondikku dohot ibotom si Minar on, Malos bunga-bunga dipadadang dadang ari,,, selamat jalanma diho amang, selamat tinggalma dihami, tariludo amongnai laho paborhatton si Tombus tutano parserakani.!
Diho ito Minar, ito hasian nauli basa, sai horas maho ito, huhut dapotan sirokkap ni tondim, donganmu gabe, donganmu mamora sahat tu saurmatua, ramot maho ito, laho pature-turehon amongtaon, anak do inna hamatean, alai borudo ito ianggo hangoluan, mauliatema ito disude pambahenanmu tu damang dohot da inangi, tanda maho ito, boru ni raja, adek kecilku yang manja.!
Huingot dope ito, huoppa ho laos tarpodom ditanggurungki, tikki rap mulak hita sian parsikkolaan i, huingot dope ito, Kupu-kupu pinangidomi,…. Ima namanbahen lao au tu parjalanganki, onma ito, kupu” pinagidomi, dipasahat si Tombus ma kipit kupu” yang terbuat dari Emas, tu ibotona si Minar ito hasiannai.!
Diho Among parsinuan,sai ganjangma umurmu amonge, Sehat jala daoma akka sahit, ramoti ibotoku si Minar on, molo tung adong nasalah manang nahurang pambahenanku naujui, sai anju ma ahu amongeee, Tariludo si Tombus pasahatton tona dohot hatanai, borhatma au among, sai boan ahu di tangiangmu asa tiur langka dipardalanki, sahat tu tano parjalanganki,! ,….
Mardongan tangiang do si Tombus dipaborhat damang dohot ibotonai, rap tagis tarilu do si Tombus, si Minar dohot amongnai, huhut rap marsiaholan do nasida, akka natorop ipe dohotdo tarilu huhut manetek iluna paida-ida namarama marianakkoni, !
Dang tarpaida ida si Tombus ilu ni among dohot ilu ni ibotona si Minar i, diukkupi ibanama bohina dohot saputangan namaraek namarsap ilui, unduk ibana huhut mardalan mobil i, Selamat tinggalma diho ito Minar, selamat tinggalma diho Among, selamat tinggalma diho inong naburju, borhat nama au anakmon.!
Sai tongtongdo ditatap si Minar dohot amongnai sahat tu naholip mobil nisi Tombus i, asosobopon do si Minar huhut mandok di tangiangna : Malos bunga-bunga dipadadang dadang ari,… selamat jalanma diho itoku Tombus selamat tinggalma dihami. Tuhan Besertamu Selalu…. Sampai Jumpa Kembali….. !
*
Sayonara,,,,Sayonara,.....
**
By: Putra Batak FB
Comments